Tanggal Rilis | : | 20 Desember 2009 |
Ukuran File | : | 1.44 MB |
Abstraksi
Nilai Tukar Petani (NTP) Sulawesi Barat Oktober 2009 sebesar 106,81 naik 0,77 persen dibandingkan NTP September 2009 yang mencapai 105,99. Selain itu, NTP menurut subsektor tercatat 94,46 untuk Subsektor Tanaman Pangan (NTP-P); 87,58 untuk Subsektor Hortikultura (NTP-H); 134,19 untuk Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTP-R); 108,83 untuk Subsektor Peternakan (NTP-T) dan 108,72 untuk Subsektor Perikanan (NTN). Hasil pemantauan harga konsumen pedesaan menunjukkan terjadinya inflasi pedesaan di Sulawesi Barat pada Oktober 2009 sebesar 0,77 persen, yang secara umum dikarenakan adanya kenaikan indeks harga pada tujuh kelompok pengeluaran, yang cukup signifikan yaitu kelompok perumahan naik sebesar 1,13 persen. Dibandingkan dengan provinsi lain, Sulawesi Barat merupakan salah satu dari 22 provinsi yang mengalami inflasi di daerah pedesaan, yang tertinggi terjadi di Bali 1,32 persen dan terendah di Papua sebesar 0,06 persen. Sementara itu, 10 provinsi lainnya mengalami deflasi pedesaan, tertinggi di Papua Barat 0,63 persen dan terendah Nangroe Aceh Darussalam 0,02 persen. Untuk skala nasional, NTP bulan Oktober 2009 sebesar 100,79, sedangkan inflasi pedesaan sebesar 0,40 Persen. NTP dan Inflasi Pedesaan Sulawesi Barat tercatat masih lebih tinggi dibandingkan nasional. Nilai Tukar Petani (NTP) yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani.