Tanggal Rilis | : | 16 Agustus 2009 |
Ukuran File | : | 1.43 MB |
Abstraksi
Nilai Tukar Petani (NTP) Sulawesi Barat Juni 2009 sebesar 105,80 naik 0,67 persen dibandingkan NTP Mei 2009 yang mencapai 105,10. Selain itu, NTP menurut subsektor tercatat 96,30 untuk Subsektor Tanaman Pangan (NTP-P); 87,50 untuk Subsektor Hortikultura (NTP-H); 130,52 untuk Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTP-R); 108,01 untuk Subsektor Peternakan (NTP-T) dan 103,26 untuk Subsektor Perikanan (NTN). Hasil pemantauan harga konsumen pedesaan menunjukkan terjadinya inflasi pedesaan di Sulawesi Barat pada Juni 2009 sebesar 0,40 persen, yang secara umum dikarenakan adanya kenaikan indeks harga pada empat dari tujuh kelompok pengeluaran, yang cukup signifikan yaitu kelompok makanan jadi naik sebesar 1,48 persen. Tiga kelompok lainnya mengalami deflasi di daerah pedesaan, yaitu: kelompok perumahan 0,11 persen; pendidikan, rekreasi, dan olah raga 0,51 persen; serta transportasi dan komunikasi 0,40 persen. Dibandingkan dengan provinsi lain, Sulawesi Barat merupakan salah satu dari 22 provinsi yang mengalami inflasi di daerah pedesaan, yang tertinggi terjadi di Lampung 1,03 persen dan terendah di Sulawesi Utara sebesar 0,01 persen. Sementara itu, 10 provinsi lainnya mengalami deflasi, tertinggi di Jambi 0,60 persen dan terendah di Kalimantan Barat 0,07 persen. Nilai Tukar Petani (NTP) yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani. Hasil pemantauan harga produsen berbagai komoditi barang dan jasa di daerah pedesaan menunjukkan bahwa NTP Sulawesi Barat Juni 2009 sebesar 105,80 atau naik sebesar 0,67 persen dibandingkan dengan NTP Mei 2009 yang sebesar 105,10. Hal ini disebabkan karena perubahan indeks harga yang diterima petani naik 1,01 persen, sedangkan indeks yang dibayar petani hanya naik 0,34 persen. Berarti, secara umum kenaikan harga komoditi hasil pertanian dari bulan sebelumnya lebih cepat dibandingkan dengan kenaikan harga barang-barang keperluan konsumsi dan produksi. Akibatnya, perbandingan antara indeks harga yang diterima dengan indeks harga yang dibayar petani cenderung semakin besar. Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Barat No. 25/08/76/Th. III, 3 Agustus 2009 1